PENGARUH UMUR POTONG AYAM PETELUR JANTAN TERHADAP
KUALITAS KIMIA DAGING
SKRIPSI
Oleh:
GREGORIUS AGUNG PRADIPTO
13022035
PROGRAM
STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS
AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS
MERCU
BUANA
YOGYAKARTA
2015
HALAMAN KONFIRMASI
PENGARUH
UMUR POTONG AYAM PETELUR JANTAN TERHADAP KUALITAS KIMIA DAGING
SKRIPSI
Untuk
memnuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajad Sarjana Peternakan (S1)
Program Studi
Peternakan
GREGORIUS AGUNG PRADIPTO
13022035
Yogyakarta, 2015
Konselor Pengawas Kunci
Dr.Ir.
Sri Hartati Candra Dewi, M.Si Ir.FX. Suwarta,
M.P
Mengetahui
Dekan
Fakultas Agroindustri
universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ir. Wafit Dinarto, M.Si
HALAMAN KONFIRMASI
PENGARUH UMUR POTONG AYAM PETELUR JANTAN TERHADAP
KUALITAS KIMIA DAGING
SKRIPSI
Diajukan Kepada fakultas Agroindustri
Program Studi Peternakan
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Dan Diterima Untuk Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Strata satu (S1) Peternakan
Oleh :
GREGORIUS AGUNG PRADIPTO
13022035
Yogyakarta, 2015
Konselor Pengawas Kunci
Dr.Ir.
Sri Hartati Candra Dewi, M.Si Ir.FX.
Suwarta,M.P
Mengetahui
Dekan
Fakultas Agroindustri
universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ir. Wafit Dinarto, M.Si
Skripsi yang berjudul
PENGARUH UMUR POTONG AYAM PETELUR JANTAN TERHADAP
KUALITAS KIMIA DAGING
SKRIPSI
skripsi
ini telah diajukan dipertahankan didrpan Dewan Penguji
Pada
tanggal 2015
Dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk
Memperoleh
Derajat Sarjana Peternakan
Ketua Sekertaris
(Dr.Ir. Sri Hartati Candra Dewi, M.Si) (Ir.FX. Suwarta,M.P)
Anggota
( )
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
segala kenikmatan bagi semua, sehingga penyusun skripsi dengan judul “PENGARUH UMUR POTONG AYAM PETELUR JANTAN
TERHADAP KUALITAS KIMIA DAGING” dapat selesai tampa suatu halangan apapun.
Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu secara langsung maupun tidak dalam penyusun skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
- Bapak
dan mama tercinta, terima kasih atas kasih sayangmu, nesaehatmu,
bimbinganmu, kesabaranmu, dukungan moral dan materilmu, dan doamu.
- Dr.
Alimatus Sahrah, M.M., M.Si. selaku Rektor Universitas Mercu Buana
Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis belajar di Universitas Mercu
Buana Yogyakarta.
- Ir.
Wafit Dinarto, M.P selaku Dekan Fakultas Agroindustri Mercu Buana
Yogyakarta yang telah memberi izin penulisan dalam penyusunan skripsi.
- Dr.Ir.
Sri Hartati Candra Dewi, M.Si. dan Ir.FX. Suwarta,M.P. selaku Dosen
Pembimbing Utama dan Dosen Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan
banyak waktu memberikan penulisan saran, dukungan dan nasehat dalam
penyusuanan skripsi.
- Adek
Agnes Mia Dianti Susanti dan Bartolomeus Agung Artanto yang selalu memberi
dukungan dan semangat.
- Kekasih
saya, Marhta Lina Martianti terima kasih atas semangat dan
dukunganmu.
- Teman
– teman peternakan angkatan 2013 terima kasih atas semangat kalian selama
belajar bersama, dan teman – taman kost Manggla II terima kasih dukungan
kalian.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan masukan, serta kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Yogyakarta, 2015
penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB
I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................... 1
Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
Manfaat
Penelitian ....................................................................... 5
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 6
Ayam ............................................................................................... 6
Ayam Petelur ................................................................................... 6
Ayam Petelur Jantan ....................................................................... 6
Umur Potong Ayam ....................................................................... 8
Daging
............................................................................................
9
Kualitas Kimia Daging
...................................................................10
Kadar
Lemak
..................................................................... 10
Kadar
Air
...........................................................................
11
Kadar
Protein ..................................................................... 12
Kadar
Abu
......................................................................... 12
Hipotesis
.........................................................................................
13
BAB
III. MATERI DAN METODE ........................................................... 14
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 14
Materi Penelitian ....................................................................... 14
Metode Penelitian ....................................................................... 15
Persiapan Sebelum Penelitian ........................................................... 15
Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 16
Pengambilan Data ....................................................................... 17
Uji
Kadar Lemak
................................................................ 17
Uji
Kadar Air
...................................................................... 18
Uji
Kadar Protein
................................................................ 18
Uji
Kadar Abu
..................................................................... 19
Analisa Data ................................................................................... 20
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 21
Kadar Lemak ................................................................................... 21
Kadar Air ................................................................................... 22
Kadar Protein ................................................................................... 23
Kadar
Abu ................................................................................... 24
BAB
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 26
Kesimpulan ................................................................................... 26
Saran ............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Masyarakat Indonesia
terkenal sebagai masyarakat penggemar daging, mulai dari daging sapi, kambing
ataupun ayam telah menjadi menu utama disetiap kesempatan, baik sebagai
pelengkap lauk pauk sehari-hari ataupun sebagai olahan khusus disaat perayaan
atau hari khusus keragaman. Tidak kecuali saat hari raya, menu daging ayam
adalah salah salah satu yang menjadi favorit.
Peran
subsektor peternakan terhadap pembanganan pertanian cukup signifikan, dimana
industri perunggasan merupakan pemicu utama perkembngan usaha di sub sektor
peternakan , (Departemen Pertanian, 2005). Industri prunggasan memiliki nilai
strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memnuhi kebutuhan
dalam negri dan peluang ekspor, disamping perenannya dalam memanfaatkan peluang
kesempatan kerja. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 2 juta tenenga kerja
yang dapat diserap oleh industri perunggasan, disamping mampu memberikan
lapangan pekerjan bagi 80 ribu peternak yang terbesar di seluruh Indonesia.
Sumbangan produk domestik bruto (PDB) sub sektor petrnakan terhadap pertanian
adalah 12 persen , sedangkan untuk sektor pertanian terhadap PDB nasiaonal
adalah 17 persen pada tahun 2004, (Departemen Pertanian, 2006)
Permintaan konsumsi daging
ayam untuk kebutuhan pangan terus meningkat (Bintoro et al., 2006). Daging yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh konsumen
dapat berasal dari berbagai macam ternak, mulai dari ternak besar seperti sapi,
kerbau, kambing dan lain - lain. Selain itu juga bisa berasal dari ternak kecil
seperti unggas (ayam, bebek, itik), kelinci dan lain - lain. Hingga saat ini
pemenuhan kebutuhan terbesar sektor daging adalah dari ayam, baik ayam broiler
maupun ayam petelur afkir yang juga dapat diambil dagingnya. Meski ayam petelur
afkir tidak dibutuhkan sebanyak ayam broiler, tetapi tidak sedikit juga
konsumen yang meminati ayam petelur afkir ini karena karakteristik dagingnya
yang seperti ayam kampung. Di Yogyakarta tahun 2013 tercatat 32.451 ton
produksi ayam pedaging, 2.640 ton daging ayam petelur afkir, daging ayam
kampung 39.348 ton dan 492 ton daging itik. Produksi tersebut memenuhi
kebutuhan 60% konsumsi daging di Yogyakarta (Dinas Pertanian Provinsi
Yogyakarta, 2013).
Ketersedian akan ayam
kampung masih terbatas dan harganya relatif mahal, karena populasi ayam kampung
masih sedikit, di Yogyakarta pada tahun 2013 tercatat 3.993.055 ekor ayam
kampung (Dinas Pertanian Yogyakarta,
2013). Alternatif yang digunakan untuk menggantikan daging ayam kampung yaitu
daging ayam petelur jantan. Penelitian penggemukan ayam petelur jantan yang
dilakukan oleh Gerken et al. (2003) selama 18 minggu, disimpulkan bahwa flavor
yang mirip ayam kampung ini disebabkan oleh penumpukan lemak dalam tubuh yang
berkurang dan akan terjadi peningkatan kandungan protein dalam urat daging.
Permintaan ayam pejantan
petelur sangat banyak karena rasa dan tekstur ayam penjantan petelur hampir
sama dengan ayam ras dan banyak restoran atau rumah makan di wilayah Yogyakarta
mengunakan ayam ini sebagai pengantinya dikarnakan langka dan mahalnya ayam
kampung. Dengan berternak ayam petelur jantan maka peternak dapat memenfaatkan
hasil sisa dari bibit ayam prtelur yang sudah tidak digunakan lagi.karna ayam
petelur hanya mengunakan bibit betina saja, sedangakan ayam jantanya menjadi
hasil sisa dan DOC nya dijual dengan sangat murah dibanding dengan DOC ayam
betina.
Daging
ayam yang dikonsumsi berasal dari daging broiler dan daging ayam kampung.
Ketersedian akan ayam kampung masih terbatas dan harganya relatif mahal. Alternatif
yang digunakan untuk menggantikan daging ayam kampung yaitu daging ayam petelur
jantan. Penelitian penggemukan ayam petelur jantan yang dilakukan oleh Gerken et al. (2003) selama 18 minggu,
disimpulkan bahwa flavor dengan ayam pejantan petelur. Hal ini disebabkan oleh
penumpukan lemak dalam tubuh yang berkurang dan akan terjadi peningkatan
kandungan protein dalam urat daging.
Ayam
petelur jantan masih menjadi peluang yang sangat besar bagi industri peternakan
perunggasan di Indonesia, hal ini disebabkan karena bibit ayam petelur jantan
mudah didapatkan serta pasar penjualan daging ayam petelur jantan telah
memiliki target pasar sendiri. Peluang-peluang tersebut masih sangat potensial
meskipun pendapatan dan jumlah penduduk
perkotaan Indonesia konstan (Wiyono, 2007).
Ayam
petelur jantan pada umumnya dimasyarakat atau peternak, dipelihara selama 60 –
62 hari. Walaupun sama – sama tujuan pemeliharaannya memproduksi daging, ayam
petelur jantan berbeda dengan ayam broiler, yang hanya cukup membutuhkan waktu
pemeliharaan selama 60 – 62 hari untuk dapat dipanen. Hal ini dikarenakan ayam
petelur jantan memiliki ciri yang hampir sama dengan ayam kampung, yaitu
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan atau memproduksi daging. Ciri
dan waktu pemeliharaan yang hampir sama ini, tentunya ayam petelur jantan juga
memiliki karakteristik daging yang sama dengan ayam kampung. Daging ayam
petelur jantan yang hampir mirip dengan daging ayam kampung memiliki
karakteristik daging yang lebih liat atau memiliki nilai keempukan daging yang
lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam broiler. Masyarakat umum atau
konsumen daging, umumnya tidak terlalu suka dengan daging ayam yang terlalu
empuk dan yang terlalu liat. Untuk itu diperlukan waktu / umur potong yang pas,
agar daging yang dihasilkan dapat sesuai dengan selera masyarakat atau
konsumen. Umur ternak ikut menentukan kealotan daging karena ikatan – ikatan
silang serabut secara individual meningkat sesuai dengan peningkatan umur (Soeparno,
2009).
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kimia daging ayam petelur jantan pada setiap
umur potong yang berbeda.
Manfaat
Penelitian
Manfaat penelitian
ini untuk memberi informasi kepada khalayak
umum
atau konsumen dan tentang
kualitas kimia daging ayam petelur jantan berdasarkan
umur potong yang berbeda. Di samping itu sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya teknologi hasil ternak yang bermanfaat bagi mahasiswa,
dosen, dan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam
Petelur
Tipe
ayam petelur ada dua, yaitu tipe ringan dan tipe sedang. Ayam tipe ringan
khusus dikembangkan untuk bertelur saja. Ciri ayam tersebut badan ramping,
kecil, mata bersinar, dan berjengger
merah darah. Ayam tipe ini di
pelihara untuk di
ambil telurnya sehingga
bentuk ayam ini
relatif kecil apabila di bandingkan
dengan ayam tipe medium.
Ayam tipe medium di kembangkan untuk produksi telur dan di
ambil dagingnya sehingga ayam ini memiliki bobot badan lebih berat dari pada
ayam tipe ringan (Rasyaf, 1994).
Seperti
yang dikemukakan Sudarmono (2003), ayam petelur memiliki sifat nervous (mudah
terkejut), bentuk tubuh ramping, telinga berwarna putih, produksi telur tinggi (200
butir / ekor / tahun), efisien dalam pengunaan ransum untuk membentuk telur,
tidak memiliki sifat mengeram.
Ayam
Petelur Jantan
Akibat pemasaran ayam broiler yang demikian
pesat, pada periode tahun 1980 bermunculan peternak yang
memelihara ayam jantan petelur bagaikan
ayam broiler, tujuannya jelas untuk daging. Ayam petelur
jantan ini
memang dapat diambil dagingnya karena dipelihara sama seperti ayam broiler.
Sebagai ayam jantan tentu pertumbuhannya lebih cepat
dibandingkan dengan ayam petelur betina,
walaupun masih kalah dengan pertumbuhan ayam broiler. Ayam petelur
jantan menjadi alternatif lain untuk ayam broiler yang kala
itu sulit diperoleh bibitnya. Dahulu
yang jantan dibakar begitu saja akibat tidak laku dan jarang peternak yang
membudidayakannya. Namun, akibat
sulitnya DOC (Day Old Chicken) broiler dan didukung oleh selera
konsumen Indonesia,
membuat ayam jantan petelur dimanfaatkan dan diperlakukan sama seperti ayam
broiler. Tidak heran bila saat itu ayam petelur jantan lambat laun naik daun dan laku terjual. Bahkan, kala
itu harganya menyamai DOC ayam broiler (Rasyaf, 1995).
Ayam
tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena
pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan dan
broiler (Anonim,
2015). Ayam jantan tipe medium memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan ayam kampung yaitu harga bibit anak ayam atau day old chick
(DOC) lebih murah, mudah didapat dan waktu pemeliharaannya lebih singkat kurang
lebih umur 7 minggu sudah dapat dilakukan pemanenan dan pertumbuhannya lebih
cepat, serta harga jualnya relatif lebih stabil dan lebih tinggi dibandingkan
dengan broiler (Nuroso, 2009).
Salah satu pangan sumber protein hewani yang
digemari oleh masyarakat adalah
daging ayam. Daging ayam yang dikonsumsi biasanya
berasal dari daging broiler dan daging ayam kampung. Namun, ketersedian akan
ayam kampung masih terbatas dan harganya relatif mahal. Oleh sebab itu, ada
alternatif lain yang digunakan untuk menggantikan daging ayam kampung yaitu
daging ayam petelur jantan. Ayam petelur jantan mempunyai kemiripan dengan ayam
kampung yaitu untuk mendapatkan bobot tubuh
± 1,2 kg
memerlukan waktu 3-4 bulan. Selain itu, ayam petelur jantan
mempunyai kandungan lemak daging rendah yang hampir setara dengan ayam kampung
(Darma, 1982).
Umur Potong Ayam
Umur
potong ayam merupakan waktu atau umur ayam dilakukan pemotongan untuk diambil
hasil produksi dagingnya. Umur potong setiap jenis ayam berbeda beda, tergantung
kebutuhan konsumen atau pasar, dan kemampuan ternak menghasilkan daging.
Misalnya pada ayam broiler, ayam broiler memiliki kemampuan memproduksi daging
dalam waktu yang cepat, sehingga umur potong ayam broiler berbeda dengan ayam
kampung atau ayam petelur jantan. Pada umumnya ayam broiler siap dipotong pada
usia 35-45 hari (Murtidjo, 1992).
Ayam
petelur jantan memiliki karakteristik pertumbuhan dan kemampuan memproduksi
daging seperti ayam kampung hibrida atau ayam jawa super. Untuk itu umur potong
ayam petelur jantan hampir sama dengan ayam jawa super. Kebiasaan atau
pengalaman peternak petelur jantan, mereka memanen ayam pada umur 60 – 70 hari,
itu juga tergantung permintaan pasar dan bobot ayam. Menurut Muryanto et al. (2009) ayam jawa super hasil
silangan ayam jantan buras dengan ayam betina ras petelur, dapat mengasilkan
daging 0,85 kg dengan masa pemeliharaan 60 hari atau dua bulan.
Umur
potong ini berkaitan erat dengan kualitas daging yang dihasilkan, baik secara
fisik maupun kimia. Secara teori, kualitas daging ternak muda dan tua pasti
berbeda, baik secara penampilan dan kimianya. Kualitas fisik daging ayam
petelur jantan juga dipengaruhi oleh umur potong, salah satu indikator kualitas
fisik dagingnya adalah keempukan, semakin tua umur potong ayam maka semakin
menurun nilai keempukan. Menurut Soeparno (2009), pada umunya keempukan daging
menurun dengan meningkatnya umur ternak.
Daging
Daging
merupakan seluruh jaringan hewan dan semua produk ikutannya yang layak untuk
dimakan serta didak menimbulkan gangguan kesehatan bagi orang yang memakannya.
Organ-organ separti hati, ginjal, jantung, paru-paru, limpa, pankreas, otot dan
otak adalah termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 2007). Dijelaskan lebih
lanjut bahwa otot merupakan komponen utama daging. Disamping itu ada juga
jaringan ikat, epitel, pembuluh darah, syaraf dan lemak.
Klasifikasi
kualitas daging ditentukan berdasarkan atas perlemakan di bawah kulit
(subkutan), perlemakan di antara serat-serat daging dan perlemakan di dalam
lemak daging (intamuskuler). Perlemakan didalam urat daging merupakan
perlemakan yang sangat menentukan keempukan, rasa, aroma, abu/ mineral, vitamin
dan air yang sangat di butuhkan oleh manusia.
Menurut
(Soeparno, 2005) kualitas karkas dan
daging dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sebelum dan sesudah pemotongan.
Pemotongan yang biasa disebut dengan antemortem yang dapat mempengaruhi
kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, umur, pakan, jenis
kelamin, dan stres dan setelah pemotongan / post mortem yang mempengaruhi
kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode
pemasakan, karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging,
hormon dan antibiotik, metode penyimpanan, dan lokasi pada suatu otot daging.
Kualitas Kimia
Daging
Kualitas kimia daging
bervariasi antara spesies, bangsa, atau individu ternak. Komposisi kimia
tersebut dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan termasuk didalamnya faktor
nutrisi. Tabel dibawah merupakan komposisi daging dari berbagai spesies ternak
.
Tabel 1. Komposisi kimia daging dari berbagai spesies
ternak (%)
Spesies |
Air |
Protein |
Lemak |
Abu |
Sapi |
70 – 75 |
20 – 22 |
4 – 8 |
1 |
Ayam |
73,7 |
20 – 23 |
4,7 |
1 |
Domba |
73 |
20 |
5 – 6 |
1,6 |
Babi |
68 – 70 |
19 – 20 |
9 -11 |
1,4 |
Sumber : Mulayani (2003)
Kadar Lemak
Lemak
tubuh merupakan cadangan energi yang terbentuk dari lemak, karbohidrat, dan
protein. Bahan - bahan tersebut sebelum ditimbun sebagai lemak, lebih dulu
dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan kemnudian di metabolisme dalam
sel tubuh (Tillman et al., 1974). Soeparno (2009) menyatakan bahwa pada
umumnya prsentase protein mineral dan vitamin menurun apabila prsentase lemak
meningkat.
Lemak
daging mengandung asam-asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam-asam lemak jenuh
pada daging meliputi stearat dan palmitat
sedangkan asam lemak tidak jenuh pada daging meliputi oleat, linoleat, linolenat.
Pada umumnya persentase protein, mineral dan vitamin akan menurun
apabila persentase lemak naik, oleh karenanya variasi nutrisi daging unggas
termasuk ayam dipengaruhi oleh kadar lemaknya. Kandungan lemak daging sangat
bervariasi, tergantung umur, jenis kelamin dan spesies dari unggas.
Kadar Air
Kandungan
air daging hewan dipengahurui oleh variasi umur (bila umurnya semakain tua
kandungan airnya semakin menurun), pakan dan kadar lemak daging berkorelasi
negatif dengan kadar airnya (Soeparno, 2007).
Air
merupakan komponen utama dari semua jaringan tubuh hewan. Amrullah (2004)
menyatakan, bila persentase lemak dalam karkas ayam meningkat maka kandungan
air tubuh berkurang. Bobot air tubuh dan lemak berkisar dari 76% hingga 79%
dari bobot hidup dewasa, Lesson dan Summers (1997), berpendapat bahwa umur 30
hari kadar air daging sebesar 65-66%, sedangkan pada umur 70 hari kadar air
daging sebesar 60-61%.
Kadar Protein
Protein adalah zat makanan yang paling kompleks.
Protein terdiri dari karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan
biasanya fosfor. Protein sering disebut sebagai zat makanan bernitrogen
karena protein merupakan satu-satunya zat makanan yang mengandung unsur
nitrogen. Protein bersifat esensial untuk pembangunan protoplasma hidup karena terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur.
Protein terkandung dalam makanan nabati dan hewani, tetapi protein hewani
paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi pembangun karena
komposisinya sama dengan protein manusia. Di lain pihak protein nabati lebih
murah. Protein ini lebih bermanfaat sebagai bahan
pembangun bahan bakar tubuh daripada
sebagai pembangun tubuh, tetapi menyediakan asam amino lebih murah yang
dibutuhkan tubuh untuk membangun jaringan (Watson, 2002).
Kadar Abu
Kadar
abu merupakan unsur yang dikenal sebagai zat anorganik. Kadar abu berhubungan
erat dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat
terdiri atas dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang
termasuk dalam garam organik misalnya
garam-garam asam malat, oksalat dan asetat. Sedangkam garam anorganik antara
lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat. Sebagian
besar daging, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992).
Pakan
dengan kadar protein tinggi cenderung akan menghasilkan kadar abu daging
tinggi. Kadar abu rendah ditemukan pada ternak muda. Variasi kendungan abu
sesuai dengan bagian tubuh (Tillman dkk., 1984)
Hipotesis
Hipotesis
dari penelitian ini adalah semakin tua umur potong ayam petelur jantan,
kualitas kimia semakin : kadar air menurun, kadar protein meningkat, kadar
lemak meningkat dan kadar abu meningkat.
BAB III
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan pada tanggal 26 Juni sampai dengan 24 Juli 2015 di Laboratorium
Produksi Ternak, dan Laboratorium Kimia, Fakultas Agroindustri, Universitas
Mercu Buana Yogyakarta, dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Daging Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Materi Penelitian
Bahan
– bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah ayam petelur jantan yang
berumur 7, 9, dan 11 dengan masing – masing 5 ekor pada setiap umur yang
berbeda dengan mengambil bagian dada (superfisialis)
sebagai sampel.
Peralatan
dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
- Pisau,
bak penampung ayam, kompor, panci, talenan untuk menyembelih dan mencabuti
bulu ayam, serta pengambilan bagian dada.
- Pisau, timbangan OHAUS dengan ketelitian
0,1 gram. Alat tulis, kertas saring, oven , tanur, kondensor, almari asam,
silicadisk dan copper.
- Labu
kjeldahl,tabung elemayer,tabung soxlet, H2So4 pekat, K2SO4, CuSO4, NaOH 0,1
M dan indicotor metal merah.
Metode Penelitian
Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan 3 macam perlakuan.
Setiap perlakuan menggunakan 5 kali ulangan sehingga terdapat 15 unit
percobaan.
Adapun
perlakuannya sebagai berikut:
P1 : umur potong 7 minggu
P2 : umur potong 9 minggu
P3 : umur potong 11 minggu
Persiapan Sebelum Penelitian
Ayam
didapat dengan membeli di peternak Bp. Ali yang beralamat di jl. Wates km 7,5, Balecatur,
Kecamatan Gamping, Sleman, Yogyakarta. Dipeternakan tersebut ayam dipelihara
secara intensif seperti ayam broiler, dengan populasi 1500 ekor. Ayam yang
dipilih untuk penelitian adalah yang berumur
7, 9, dan 11 minggu. Pengambikan sampel dilakukan secara acak pada
populasi 1500 ekor dengan menyekat dan dilakukan dengan menutup mata. Kemudian
dari masing – masing umur potong ayam pejantan petelur rata – rata konversi
pakan adalah : pada umur potong 7 minggu 2,026, pada umur potong 9 minggu 2,388
dan pada umur potong 11 minggu 2,754.
Pakan
yang digunakan New Hope 7501 merupakan pakan komersial pedaging yang di
produksi oleh PT. New Hope Jawa Timur.
Tabal
2. Kandungan nutrien bahan pakan.
Zat Gizi |
(%) |
Kadar air |
13,0 |
Protein |
21 –
23 |
Lemak |
4,0 |
Serat |
5,0 |
Abu |
7,0 |
Calcium |
0,9 |
Phosphor |
0,6 |
PT. New Hope Jawa Timur
Mempersiapkan
semua alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian di Laboratorium
Peternakan, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta untuk
analisis kadar abu. Dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Daging Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada untuk analisis kadar air, kadar lemak dan
kadar protein.
Pelaksanaan Penelitian
Setelah
dilakukan pengambilan ayam pada umur yang telah ditentukan yaitu 7, 9, dan 11
minggu. Ayam disembelih pada bagian leher dekat kepala dengan memotong vena
jugularis dan arteri karotis menggunakan metode pemotongan yang religius
(Parry, 1989). Kemudian ayam dicelupkan pada air panas ( 800C ),
kemudian dilakukan pencabutan bulu hingga bersih, dan dilakukan evicerating atau pengambilan isi rongga
perut dan bagian non karkas. Sampel yang digunakan untuk pengujian kualitas
daging ayam petelur jantan ini adalah daging pada bagian dada (superfisialis) (Soeparno, 2009).
Pengambilan Data
Variabel
yang diukur pada peneliian ini adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak dan
kadar abu.
Uji Kadar Lemak
Ditimbang
sampel 1,0 gram (X gram) dibungkus dengan kertas saring bebas lemak. Dimasukan
ke dalam oven 1050 C selama 8 jam. Timbang sampel tersebut dalam
keadaan masih panas (Y gram) selanjutnya dimasukan ke dalam alat ekstraksi
soxhlet. Diekstraksi dengan kloroform- methanol 2 : 1. selama
16 jam. Sempel diangin-anginkan hingga kering (menguap). Selanjutnya dimasaukan
dalam oven 800 C selama 1 jam. Kemudian ditimbang sempel dalam
keadaan masih panas (Z gram).
Perhitungan
:
Keterrangan : X = Berat sampel
Y = Berat sempel setelah
dioven
Z = Berat sempel setelah
diextraksi
Uji Kadar Air
Pengukuran
kadar air total dengan metode AOAC (Sudarmadji., 1989) yaitu botol ditimbang
(vochdoos) dioven pada suhu 105oC selama 1 jam dengan tutup dilepas,
kemudian didinginkan dengan desikator, sesudah dingin botol ditimbang (x g),
botol timbang seberat 1-2 gram (y g). Kemudian sampel dimasukkan kedalam botol
timbang dan dioven dengan suhu 105oC selama 8 jam kemudian
didinginkan, setelah dingin ditimbang (z g).
Keterangan:
x
= berat botol kosong
y = bobot sampel basah (g)
z = bobot botol + sampel kering (g)
Uji Kadar Protein
Kadar
protein diperoleh dengan metode Kjedahl. Timbang kertas saring, kemudian di
timbang sampel 1,00 gram sampel dengan kertas saring. Sampel dan kertas saring
dimasukkan kedalam labu Kjedahl, tambahkan katalisator 0,5 g, tambahkan 10 ml H2SO4
pekat, labu Kjedahl dipanaskan diatas kompor untuk di destruksi selama 2
jam sampai berwarna jernih, kemudian kompor dimatikan, abu berserta sampel
diangkat dibiarkan sampai dingin selama 60 menit, kemudian di destilasi.
Hasil dari destruksi dimasukkan ke
dalam alat destilasi, tambahkan 15 ml aquades, tambahkan 8 ml NaOH, hasil
destilasi ditampung dalam erlemeyer 100 ml yang berisi 5 ml H3BO3
yang ditambahkan 2 tetes indikator mix. Destilasi dihentikan bila hasil
destilasi mencapai 40 ml dan warna berubah, cairan hitam dalam tabung
dikeluarkan dan kompor dimatikan, hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N
sampai warna berubah.
Kadar protein diperoleh dari jumlah
larutan HCl 0,1 N yang digunakan mentitrasi larutan sampai larutan berwarna
merah jambu.
X = jumlah ml HCl
untuk sampel
Y = jumlah ml HCl
untuk blanko
Z = berat sampel
(gram)
N = normalitas HCl
0,014 = rumus
berat atom N
6,25 = faktor
konversi protein
Uji
Kadar Abu
Silicadisk
yang sudah bersih dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050 C selama
satu jam. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama satu jam, kemudian
ditimbang (X gram). Ditimbang sampel kurang lebih 1 gram (Y gram), kemudian
dimasukkan ke dalam, tanur dan dipijarkan selama lebih dari 12 jam (sampai
sampel berwarna keputihan). Selanjutnya dinginkan di luar tanur sampai suhunya
turun menjadi 1200 C, kemudian dimasukkan dalam desikator selama
satu jam dan ditambang (Z gram).
Perhitungan
:
Keterangan
: X = Berat silica disk
Y = Berat sampel
Z = Berat sampel setelah
diabukan + berat silicadisk
Analisa
Data
Penelitian
dilakukan secara eksperimen di laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola searah. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi,
jika terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Hanafiah, 2004).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Lemak
Pengaruh umur potong
terhadap kadar lemak daging ayam pejantan petelur memberikan pengaruh tidak
nyata. Data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel.
3. Kadar Lemak (%)
Ulangan |
Perlakuan |
||
P1
P2 P3 |
|||
1 |
2,41 |
2,16 |
2,65 |
2 |
3,81 |
3,73 |
2,17 |
3 |
2,81 |
3,37 |
1,79 |
4 |
3,71 |
3,37 |
2,84 |
5 |
2,16 |
3,13 |
1,19 |
Reratans |
2,98 |
2,95 |
2,12 |
NS : perbedaan tidak nyata
(P<0,05).
P1
: umur potong 7 minggu
P2
: umur potong 9 minggu
P3 : umur
potong 11 minggu
Dari
hasil penilitian didapat rerata kadar lemak secara berurutan dari umur 7, 9,
dan 11. Dari hasil analisis variansi tabel diatas terdapat perbedaan tidak
nyata (P<0,05) antara umur yang potong berbeda.
Pengaruh umur terhadap kadar lemak
memberikan pengaruh yang tidak nyata. Soeparno (2009) menyatkan bahwa kadar
lemak dalam daging dipengaruhi oleh kadar proteinnya. Otot dengan kadar lemak
lebih tinggi akan mengandung protein lebih renah. Melalui hasil analisis
variansi menujukan kadar lemak daging ayam pejantan petelur ini bersifat
negatif atau berbanding terbalik (4,7%) Mulyani (2003).
Kadar
Air
Kadar
air daging yang normal memurut Mulyani (2003) adalah 73,7% dan dalam penelitian ini kadar air cenderung sama
seperti literatur. Seperti yang diungkpakan Suparno (2009) bahwa kandungan air
daging hewan dipengaruhi oleh variansi umur, pakan dan kadar lemak daging berkorelasi
negatif dengan kadar airnya. Amrullah (2004) juga menyatakan bahwa bila
persentase lemak karkas ayam meningkat maka kandungan air tubuh berkurang.
Kadar
air yang tidak nyata (P<0,05) antara P1(73,12) dengan P2(73,59), dan antara
P1(73,12) dengan P3(73,71). Untuk lebih mudahnya lihat tabel 4.
Tabel. 4. Kadar Air
Ulangan |
Perlakuan |
||
P1
P2 P3 |
|||
1 |
73,58 |
73,81 |
74,37 |
2 |
72,82 |
73,48 |
73,2 |
3 |
73,16 |
73,45 |
74,04 |
4 |
72,65 |
73,14 |
73,37 |
5 |
74 |
74,07 |
73,57 |
Reratans |
73,12 |
73,59 |
73,71 |
NS : menunjukkan
perbedaan tidak nyata (P<0,05).
P1
: umur potong 7 minggu
P2
: umur potong 9 minggu
P3 : umur potong 11
minggu
Dari
hasil penelitian kadar air umur potong ayam pejantan petelur tidak berbeda
nyata. Disebabkan kadar air cenderung tetep tidak meningkat terlalu tinggi.
Kadar Protein
Hasil
ananlisis diantara ketiga perlakuan pengaruh umur potong ayam pejantan petelur
menujukan tidak berbeda nyata (P<0,05). Data dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel. 5. Kadar Protein (%)
Ulangan |
Perlakuan |
||
P1
P2 P3 |
|||
1 |
20,93 |
21,26 |
19,57 |
2 |
21,99 |
21,6 |
21,37 |
3 |
21,39 |
20,66 |
21,43 |
4 |
22,45 |
21,56 |
21,18 |
5 |
21,45 |
20,89 |
22,12 |
Reratans |
21,63 |
21,2 |
21,13 |
NS: Perbedaan tidak
nyata (P<0,05).
P1
: umur potong 7 minggu
P2
: umur potong 9 minggu
P3 : umur potong 11
minggu.
Dari
hasil penelitian diperoleh data rerata nilai Kadar Protein dari umur 7, 9, dan
11 berturut – turut 21,63; 21,2; dan 21,13. Dari hasil analisis variansi
terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05).
Mulyani
(2003) menyatakan bahwa protein tubuh relatif konstan apabila ternak telah
mencapai dewasa kelamin, kadar protein daging berkisar 20-23%. Adanya perbedaan
protein diantaranya disebabkan oleh pembedaan struktur daging dan akifitas otot
ketika ternak maih hidup, terutama kandungan jaringan ikatnya (Kramlich dkk.,
1973 yang disitasi oleh Soeparno, 2009)
Kadar Abu
Pengaruh
umur potong ayam pejantan petelur tidak berbeda nyata tampak pada kadar abu
(tabel 6). Menurut Mulyani (2003) kadar abu daging secara relatif yaitu sekitar
satu persen.
Tabel. 6. Kadar Abu (%)
Ulangan |
Perlakuan |
||
P1
P2 P3 |
|||
1 |
1,01 |
1,13 |
1,21 |
2 |
1,13 |
1,16 |
1,12 |
3 |
1,08 |
1,11 |
1,16 |
4 |
1,03 |
1,15 |
1,14 |
5 |
1,22 |
1,19 |
1,18 |
Reratans |
1,09 |
1,14 |
1,16 |
NS : tidak berbeda
nyata (P>0,05)
P1
: umur potong 7 minggu
P2
: umur potong 9 minggu
P3 : umur potong 11 minggu
Dari
tabel kadar abu diatas dapat dilihat bahwa terjadi naiknya kadar abu, tetapi
dari hasil variansi tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antar tiap
umur potong.
Dari
grafik diatas dapat diketahui bahwa terjadi meningkatnya kadar abu daging dari masing – masing umur
potong, dari hasil penelitian kadar abu daging ayam pejentan petelur berkisar
antara 1,09 sampai 1,16 yang berarti pada kisaran normal. Menurut (Jugge el al., 1989) kadar abu daging yaitu :
0,8% sampai 1,4%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa umur potong ayam pejantan petelur terhadap kualitas
kimia daging adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu relatif
sama tidak berpengaruh terhadap umur potong ayam umur 7 minggu, 9 minggu dan 11
minggu.
Saran
Berdasarkan penelitian
dapat di sarankan bahwa dari kualitas kimianya masyarakat dapat memotong ayam
pejantan petelur tampa membedakan umur potongnya karna ditinjau dari kualitas
kimianya relatif sama.
DAFTAR
PUSTAKA
Bintoro, V.P., B. Dwiloka dan A. Sofyan. 2006. Perbandingan Daging Ayam Segar dan Daging
Ayam Bangkai dengan Memakai Uji Fisiko Kimia dan Mikrobiologi. J. Indon.
Trop. Anim. Agric.31(4):259-267
Anggorodi,
R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum.Cetakan
ke-5. PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Anonim, 2015, Ilmu
Ayam Petelur. http:// palingupdate.info ternak-ayam-petelur
Diakses pada 14 juli 2015
Anonimus. 2005.
Buku teknik Pengembangan Peternakan. Direktorat Jendral
Peternakan . Direkorat Bina Produksi
Peternakan. Jakarta.
Anonimus. 2006.
Rencana Penempatan Ketahanan Pangan 2005 – 2010.
Departeman Pertanian. Jakarta.
Amrullah
, L.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler Lembaga
Satu Gunumg Budi, Bogor.
Darma, M. 1982. Tanggapan
Ayam Jantan Pedaging terhadap Mutu Ransum pada Awal Pertumbuhan. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mulyani ,
Nurwanto. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi
Hasil Ternak. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Gerken, M., D. Jaenecke dan M. Kreuzer. 2003. Growth,
behaviour and carcass characteristics of egg-type cockerels compared to male broiler.
World’s Poult. Sci. Hal 59- 98, March 2003.
Leeson, S dan J.D. Summers. 1997. Broiler Breeder Production. Univerity
Books. Guelph, ontorio, Canada.
Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius.
Yogyakarta.
Muryanto,
D. Pramono, T.
Prasetyo, S. Prawirodigdo, H. E.
Mumpuni, E.Kushartanti dan I.
Musawati. 2009. Rekomendasi
Paket Teknologi Pertanian Provinsi
Jawa Tengah, Bidang
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Tengah 2009. ISBN : 978-979-9007-44-5.
Parry, R.T. 1989. Technological Development in
Preslaughter Handling and Processing. Dalam: Processing of Poultry. Hal: 65-102. G. C. Mead, Ed.Elsevier Science
Publisher Ltd., England.
Nuroso. 2009. Panen Ayam Pedaging Dengan
Produksi 2x Lipat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf,
M. 1995. Menajemen beternak ayam broiler.
Penebar Swadaya Jakarta.
Rose,
S.P. 2001. Principles of Poultry Science.
CAB International.
Soeparno. 1998.
Ilmu dan Teknologi Daging. 2nd edition. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu
dan Tekhnologi Daging. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Soeparno. 2007 . Pengolahan Hasil Ternak. Universitas
terbuka , Jakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu
dan Teknologi Daging. 4th edition. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sudarmadji . 1989.
Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti. Yogyakarta.
Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman
Pemeliharaan Ayam Petelur.
Kanisius.Yogyakarta.
Waston ,R . 2002. Anatomi dan
Fisiologi. EGD. Jakarta.
Wiyono IE. 2007. Peluang dan Tantangan Industri
Peternakan. Charoen Pokphand: 1-4
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan Dan
Gizi. Gramedia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar