LAPORAN
PRAKTIKUM
ILMU
DAN TEKNOLOGI SUSU
Disusun :
Gregorius Agung Pradipto
092199
Gregorius Agung Pradipto
092199
AKADEMI
PETERNAKAN BRAHMAPUTRA
YOGYAKARTA
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya
sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan praktikum “ILMU DAN TEKNOLOGI
SUSU ”
Dalam
penyusunan laporan ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari
kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa.
Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan laporan
ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami
menyadari tanpa kerja sama antara
pembimbing dan penulis serta beberapa kerabat yang memberi berbagai
masukan yang bermanfaat bagi penulis demi tersusunnya praktikum ini. Untuk itu
penulis mengucapakan terima kasih kepada pihak diatas yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran
penyusunan laporan praktikum ini. Demikian semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta
kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
DAFTAR
PUSTAKA
Halaman
judul
Kata
pengantar
Daftar
pustaka
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
Bab II
Tinjauan pustaka
2.1 Pengertian susu
2.2 Komposisi susu
2.3 Standar mutu susu
2.4 Pencemaran air susu
Bab III
Materi dan Metode
3.1 Materi
3.2 Metode
Bab IV
Hasil dan pembahasan
4.1 Uji kebersihan susu
4.2 Uji berat jenis susu
4.3 Uji alkohol
4.4 Uji derajat keasaman
4.5 Uji reduktase
4.6 Uji kadar lemak
4.7 Perhitungan BKTL
4.8 Hasil ( tabel)
Bab V Kesimpulan
Daftar pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Susu murni merupakan cairan yang berasal
dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang
benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan
belum mendapat perlakuan apapun (Anonim, 1997). Susu sebagian besar digunakan
sebagai bahan makanan yang baik dan bernilai gizi tinggi. Bahan makanan ini
mudah dicerna dan mengandung zat-zat makanan yang sangat diperlukan oleh manusia
seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan air (Anonim, 1995).
Sumber susu untuk kebutuhan makanan yang
paling umum di negara-negara
seperti
Australia, Inggris, Amerika, dan Indonesia adalah sapi. Walaupun ada negara
lain yang menggunakan domba dan kambing sebagai produk penghasil susu. Namun
selama berabad-abad sapi selalu dipilih untuk produksi susu yang tinggi,
sehingga sekarang sapi perah adalah salah satu penghasil susu yang paling
efisien (Buckle dkk., 1987).
Proses produksi di tingkat peternak
merupakan langkah awal untuk menghasilkan susu. Setiap peternak sapi perah
senantiasa mengupayakan agar susu yang diproduksi sapi perah yang dipelihara
dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami kerusakan. Upaya yang
dilakukan tidak hanya tertuju pada kebersihannya tetapi juga terhadap kualitas
susu.
Keadaan lingkungan yang kurang bersih
dapat mempermudah terjadinya pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari berbagai
sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan
udara (Buckle dkk., 1987). Tingginya tingkat pencemaran pada saat proses
pemerahan dimungkinan karena adanya bakteri patogen yang cukup besar. Adanya
bakteri ini dapat mengakibatkan kerusakan susu, menimbulkan penyakit (terutama
penyakit saluran pencernaan) bahkan keracunan bagi manusia (Supardi dan
Sukamto, 1999).
Bakteri yang sering terdapat dalam susu
sapi murni meliputi Micrococcus, Pseudomonas, Staphylococcus,
Bacillus serta E. coli (Vollk dan Wheeler, 1993). Menurut Benson
(2002), jumlah bakteri dalam air susu dapat digunakan sebagai indikator
terhadap kualitas susu. Selain itu, jenis bakteri seperti E. coli, Enterobacteriaceae
serta Streptobacillus telah lama dirumuskan sebagai mikroorganisme
indikator mutu (Setyawan dan Yatri, 1987).
Penelitian Balia dkk., 2008 yang
mengambil sampel dari susu segar di peternakan sapi perah rakyat di Lembang,
Jawa Barat menunjukkan jumlah bakteri total pada susu segar adalah 3,70 X 106
CFU/ml.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri total pada susu segar melebihi batas
maksimum cemaran mikroba SNI tahun 2000. Syarat cemaran total bakteri 1x 106
CFU/ml
dan coliform maksimal 20 koloni/ml.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk memahami
karakteristik susu segar berdasarkan struktur komposisinya, melakukan pengujian
terhadap beberapa sifat fisik susu segar, melakukan pengujian terhadap beberapa
sifat kimia susu segar, untuk menilai kualitas bakteriologis susu segar,
mengetahui cara pengujian kualiitas susu segar dengan methylen blue.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian susu
Pengertian
atau batasan umum mengenai istilah susu adalah cairan berwarna putih yang
diperoleh dari pemerahan hewan menyusui yang dapat didiamkan atau digunakan
sebagai bahan pangan yang sehat serta padanya tidak dikurangi
komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1994).
Dipandang dari segi peternakan susu merupakan suatu sekresi kelenjar susu dari
sapi yang sedang laktasi dan dilakukan pemerahan yang sempurna tanpa ditambah
atau dikurangi oleh suatu komponen (Nurliyani dkk., 2008).
Menurut SNI tahun 1997 definisi susu
dibagi menjadi dua. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi
sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun. Sedangkan susu segar adalah susu murni yang tidak
mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi
kemurniannya.
Susu sapi di Indonesia telah banyak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pangan.
Walaupun ada pula susu yang dihasilkan oleh ternak lain misalnya kerbau,
kambing, kuda, dan domba akan tetapi penggunaannya tidak sepopuler susu sapi.
Susu sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat baik untuk
kesehatan. Untuk itu susu sapi yang baik harus memenuhi kriteria sebagai
berikut yaitu kandungan jumlah bakteri yang cukup rendah, bebas dari spora dan
mikroorganisme penyebab penyakit, mempunyai cita rasa yang baik, bersih dan
bebas dari debu atau kotoran yang lain, serta tidak dipalsukan dengan
penambahan air atau cara pemalsuan lain (Anonim, 1995).
2.2 Komposisi susu
Menurut Hadiwiyoto (1994) komposisi
air susu secara umum:
1)
Protein
Protein susu terdiri atas kasein,
laktalbumin, dan laktoglobulin. Kaseinmerupakan protein yang terbanyak
jumlahnya daripada laktalbumin dan laktoglobulin.
2)
Lemak susu
Lemak merupakan komponen susu yang
penting seperti halnya protein. Lemak dapat memberikan energi lebih besar
dibandingkan dengan protein maupun karbohidrat. Satu gram lemak dapat
memberikan ± 9 Kalori. Lemak susu terdapat sebagai globula atau emulsi.
3)
Hidrat Arang
Dalam susu hidrat arang paling banyak
terdapat dalam bentuk gula disakarida, yaitu laktosa. Gula susu mempunyai
kemanisan seperenam kemanisan gula tebu (sukrosa).
4)
Garam-garam mineral
Susu mengandung berbagai macam mineral,
seperti garam kalsium, kalium, dan pospat.
5)
Vitamin
Susu mengandung vitamin-vitamin yang
larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E serta sedikit vitamin K. Susu juga
mengandung berbagai vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B komplek.
6)
Air
Komponen terbanyak susu adalah air,
jumlahnya mencapai 64,89 %.
7)
Enzim
Enzim adalah katalisator biologik yang
dapat mempercepat reaksi kimiawi. Susu mengandung beberapa enzim, antara lain
lipase, posterase, peroksidase, katalase, dehidrogenase, dan laktase.
2.3 Standar mutu susu
Mutu atau kualitas susu merupakan
hubungan sifat-sifat susu yang mencerminkan tingkat penerimaan susu tersebut
oleh konsumen. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat fisik, kimiawi, dan
mikrobiologi. Sifat fisik susu menunjukkan keadaan fisik susu yang dapat diuji
dengan peralatan tertentu atau panca indera. Sifat fisik susu yang dapat diuji
dengan alat antara lain berat jenis, kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat
diuji dengan pancra indera yaitu bau, rasa, warna, dan konsistensi.
Sifat kimiawi susu menunjukkan komposisi zat gizi serta kandungan zat kimia tertentu termasuk adanya
cemaran. Sifat mikrobiologis susu menunjukkan
jumlah mikroba yang ads didalam susu serta beberapa parameter lain yang berkaitan dengan
pertumbuhan mikroba.
Dalam praktek, mutu susu sering disebutkan berdasarkan
kelompok sifatnya sehingga dikenal mutu fisik susu, mutu kimiawi susu, ataupun
mutu mikrobiologis susu. Bahkan dalam menguji mutu susu sering hanya dilakukan
terhadap beberapa atribut yang dianggap penting, misalnya bobot jenis, kadar
lemak dan total bakteri. Akan tetapi secara menyeluruh mutu susu harus
menggambarkan sifat-sifat susu yang mencakup sifat fisik, kimiawi dan
mikrobiologis. Gabungan basil penilaian sifat-sifat susu akan mencerminkan
nilai atau derajat mutu susu. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu susu
segar yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan.
2.4 Pencemaran air susu
Air susu bukan
saja merupakan makanan yang baik bagi manusia tetapi juga baik pada banyak
spesies bakteri, baik bakteri patogen maupun bakteri non patogen (Dwijoseputro,
1990). Jumlah bakteri dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain faktor intrinsik (yang berasal dari hewannya sendiri) maupun faktor
ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh hewan) (Hadiwiyoto, 1994).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas susu,
1) Keadaan kandang sapi
Kandang sapi
yang bersih akan menghasilkan susu yang baik, tetapi jika kandang sapi tidak
bersih dan tidak sehat maka jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengan cepat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap keadaan kandang adalah pencucian
lantai kandang, bentuk lubang angin (ventilasi luar ruangan, penerangan,
saluran pembuangan air).
2) Keadaan rumah pemerahan
Rumah pemerahan
adalah rumah untuk melakukan pemerahan susu. Rumah ini umumnya terpisah dari
kandang sapi.
3) Kesehatan sapi
Sapi perah yang
sakit akan menghasilkan mutu susu tidak baik.
4) Kesehatan pemerah atau pekerja
Hal ini penting
agar kontaminasi bakteri yang berasal dari pekerja yang sakit dapat dihindari
dan dikurangi.
5) Pemberi makanan
Pemberian
makanan pada sapi akan mempengaruhi cita rasa susu yang dihasilkan. Misalnya
bawang merah yang diberikan 1-4 jam sebelum pemerahan akan menghasilkan susu
yang berbau kuat atau merangsang.
6) Kebersihan hewan
Apabila sapinya
kotor, susu yang diperoleh juga akan mengandung jumlah bakteri yang lebih
banyak dan akhirnya rendah mutunya.
7) Kebersihan alat pemerah
8) Penyaringan susu
Penyaringan
dapat membantu mengurangi kotoran-kotoran atau debu.
9) Penyimpanan susu.
Penyimpanan
susu pada suhu tinggi, menyebabkan jumlah bakteri yang ada pada susu akan lebih
banyak daripada penyimpanan susu pada suhu rendah.
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum ilmu dan
teknologi susu ini dilaksanakan pada hari Rabu 2 Mei 2012 pukul 09.00 sampai
11.30 WIB, bertempat di laboratorium Disperidag Koptan, Giwangan, Yogyakarta.
3.1 Materi
Adapun alat –
alat yang digunakan antara lain gelas beker, kapas, corong penampung susu,
laktodesimeter, empat tabung reaksi, pipet ukur, pipet tetes, tabung elemeyer,
satu water boots, pengatur waktu, empat butyrometer, pipet susu 11 ml,
centrifuges 1200rpm, sedangkan bahan bahan yang digunakan diantaranya sampel (I)
susu dari upt Barongan, (II)koperasi warga mulya, (III) susu dari peternakan
bapak Gunawan, (IV) susu dari bapak Supriyanto, alkohol 70 %, Naoh 0.1 M,
methylene blue, Amly alkohol, Aquades dan asam sulfat 10ml.
3.2 Metode
Dalam praktikum
kali ini data diambil dari uji masing masing sampel susu, uji tersebut
diantaranya uji kebersihan susu, uji
berat jenis susu (Bj), uji alkohol, uji derajat asam, uji reduktase
dengan methylene blue, uji kadar lemak susu, melakukan perhitungan BKTL.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji kebersihan
susu
Adapun alat alat
yang digunakan gelas beker, kapas, corong penampung susu.
Cara kerja : Susu dari
masing masing kelompok dituangkan dalam corong penapung susu,
Letakan
kapas pada bagian lubang bawah yang ada pada corong tersebut sebagai penyaring dan untuk mengetahui bersih
tidaknya susu,
Hasil
penyaringan susu ditampung dengan gelas beker
Liat
dan amati pada kapas, ada tidaknya kotoran pada masing masing susu
Hasil : Susu dari upt Barongan, kapas
terlihat bersih
Susu
dari koperasi warga mulya, kapas terdapat banyak kotoran
Susu
dari peternakan bapak Gunawan, kapas bersih tetapi terdapat sedikit lemak
Susu
dari peternakan bapak Supriyanto, kapas terlihat kurang bersih
Proses
produksi di tingkat peternak merupakan langkah awal untuk menghasilkan susu.
Setiap peternak sapi perah senantiasa mengupayakan agar susu yang diproduksi
sapi perah yang dipelihara dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang
mengalami kerusakan. Upaya yang dilakukan tidak hanya tertuju pada
kebersihannya tetapi juga terhadap kualitas susu.
Keadaan lingkungan yang kurang
bersih dapat mempermudah terjadinya pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari
berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan,
dan udara (Buckle dkk, 1987).
4.2 Uji berat jenis susu (Bj)
Alat alat yang digunakan,
laktodesimeter dengan skala lakto dan skala temperatur
Cara
kerja : Susu masing masing sampel diaduk pada gelas beker
Dimasukan
susu dalam gelas ukur
Dimasukan
laktodesimeter
Ditambah
susu sampai penuh, dibaca pada skala lakto dan temperatur
Hasil
: Susu I = skala lakto 1,025 skala temperatur 29 Bj susu 1,0253
Susu II =
skala lakto 1,023 skala temperatur 26 Bj susu 1,0227
Susu III =
skala lakto 1.025 skala temperatur 28
Bj
susu 1.0251
Susu IV =
skala lakto 1.022 skala temperatur 26
Bj
susu 1, 0217
Menurut SNI 01-3141-1998 standar berat jenis susu segar pada suhu 27,5 derajat
C minimum 1,0270 g/ml, Semakin besar berat jenis pada susu adalah semakin bagus
karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air
dalam susu adalah kecil, sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka semakin
rendah berat jenis-nya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka
semakin berat susu tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi Berat Jenis susu
yaitu diantaranya susunan air susu itu sendiri dan temperatur.
4.3 Uji alkohol
Adapun alat yang
digunakan empat tabung reaksi, sampel susu, alkohol 70%, pipet ukur,
Cara kerja : Tuangkan sampel susu pada masing
masing tabung
reaksi, sebeasar 50 ml dengan
pipet ukur
Tambahkan
alkohol 70% pada masing masing tabung sebanyak 50ml
Kocok
sampai homogen
Amati
campuran alkohol + susu
Hasil : Susu I = hasil negatif
Susu
II = hasil negatif
Susu
III= hasil negatif
Susu
IV = hasil negatif
Bila
uji alkohol dinyatakan negatif berarti tidak terjadi presitifasi( susu pecah
dengan penambahan alkohol). Susu yang dicampur dengan alkohol mempunyai sifat dehydrasi maka
protein dikoagulasikan sehingga akan tampak pecahan pada susu tersebut. Semakin
tinggi derajat keasaman susu yang diperiksa semakin kurang jumlah alkohol
dengan kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan susu dengan jumlah
yang sama. Kolostrum dan perubahan fisiologis pada sapi dapat menyebabkan susu
pecah pada saat uji alkohol.
4.4 Uji derajat
asam
Alat alat yang
digunakan adalah tabung elemeyer, PP, NaoH 0,2 , sampel susu, pipet tetes
Cara kerja : Masing
masing sampel susu dituangkan pada
tabung elemeyer
50 ml
Diteteskan PP 3-4 tetes pada
masing masing
sampel susu
Teteskan NaoH 0,2 ml pada masing
masing
sampel sampai
susu berwarna merah muda atau pink
Hitung banyaknya NaoH yang
diperlukan dan
hasilnya dikalikan 2
Hasil : Susu
I : banyaknya NaoH 2,5 x 2 = 5ml
Susu
II : banyaknya NaoH 3 x 2 = 6ml
Susu
III : banyaknya NaoH 1,3 x 2 = 2,6ml
Susu
IV : banyaknya NaoH 2,6 x 2 =5,6ml
Semakin besar derajat keasaman susu, semakin buruk kualitas susu segar. derajat
keasaman menunjukkan banyak sedikitnya
asam yang terbentuk didalam susu akibat pertumbuhan mikroba, dalam
kata lain derajat asam
adalah jumlah ml Na OH 0,25 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 ml susu
dengan phenolphthelien sebagai indicator.
Berdasarkan pengertian tentang keasaman susu, maka
yang diukur dalam pengujian ini adalah titratable
acidity, ph susu normal berdasarkan SNI 01-3141-1998 berkisar 6,0 – 7,5 SH, pH 6,3 - 6,8.
4.5 Uji reduktse
Alat yang digunkan, empat tabung
reaksi, methylene blue, water boots, pengatur waktu
Cara kerja : Masing masing sampel susu dituangkan
pada tabung reaksi
sebanyak 10 ml
Teteskan methylene blue sebanyak 0,25ml
Dikocok sampai homogen
Dimasukan pada water boots, suhu 40 derajat c
Hitung berapa menit masing masing sampel susu berubah
menjadi warna putih
Hasil : Susu I, susu berubah jadi putih
selama 75 menit
Susu
II, mulai sedikit berubah warna putih selama 75 menit
Susu
III, mulai banyak perubahan warna putih selama
75 menit
Susu
IV, belum terjadi perubahan selama 75 menit
Untuk
memprediksi jumlah mikroba didalam susu, sehingga kualitas susu dapat
ditentukan. Pada prinsipnya mikroba didalam susu
menghasilkan enzim reduktase yang dapat mereduksi zat warna biru. dari
"methylen blue" (MB) menjadi tak
berwarna. Apabila kedalam susu dimasukkan
sejumlah tertentu MB, maka susu tersebut berwarna biru dan dalam waktu
tertentu warna biru tersebut
berangsur-angsur hilang. Lama waktu hilangnya
warna biru atau waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya jumlah
mikroba didalam susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim reduktase yang dapat mereduksi warna biru
MB, sehingga waktu reduksi menjadi pendek dan demikian pula sebaliknya.
4.6 Uji kadar lemak
Adapun alat alat yang digunakan
adalah empat butyrometer, pipet susu 11ml, amylalkohol 1ml, centrifuge 1200rpm,
aquades, asam sulfat 10ml
Cara kerja : Tuangkan masing masing sampel susu
pada butyrometer
sebanyak 11ml
Dengan pipet masukan amlyalkohol 1ml
Teteskan aquades 3-4 tetes
Masukan asam sulfat dengan pipet sebanyak 10ml melalui
dinding tabung
Sumbat, kocok sampai susu berwarna coklat
Masukan dalam centrifuges 1200rpm selama 3 menit
Kadar lemak dibaca pada skala
Hasil : Susu I, skala 2,5 %
Susu
II, skala 2,8 %
Susu
III, skala 4 %
Susu
IV, skala 2 %
Prinsip uji kadar lemak susu dengan metode
Babcock, Gerber dan Te Sa adalah memisahkan lemak dengan cara menambahkan asam sulfat ke dalam susu dan kemudian diikuti pemusingan
(sentrifus). Lemak yang terpisah tersebut ditentukan jumlahnya berdasarkan
skala yang ada pada alat karena asam sulfat
pekat merombak dan melarutkan kasein dan protein lainnya, lemak menjadi cair
oleh panas amyl alkohol. Centrifugasi menyebabkan lemak terkumpul dibagian
skala dari butyrometer.
Standar kadar
lemak menurut SNI
01-3141-1998 minimum 3,0 % ini berlaku pada susu segar.
4.7
Perhitungan BKTL
Susu I( upt Barongan)
BK = Bj (tabel) + Lemak (pada
tabel)
6,74 + 3,0
9,74%
BKTL= BK – lemak(uji lemak)
= 9,74% – 2,5%
= 7,24%
Susu II (Koperasi warga mulya)
BK = Bj (tabel) + Lemak (pada
tabel)
6,09 + 3,44
9,53%
BKTL = BK - lemak (uji lemak)
= 9,53% - 2,8%
= 6,77%
Susu III (peternakan bapak Gunawan)
BK = Bj(tabel) + lemak(pada
tabel)
6,61 + 4,92
11,53%
BKTL = BK – lemak(uji lemak)
= 11,53% – 4%
= 7,53%
Susu IV (peternakan bapak Supriyanto)
BK = Bj(tabel) + lemak(pada
tabel)
5,83 + 2,46
8,29%
BKTL
= BK – lemak(uji lemak)
= 8,29% – 2 %
= 6,29%
Berdasarkan SNI 01-3141-1998 Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7,8 %.
4.8 Hasil
Sampel susu
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
G
|
Upt Barongan( I)
|
5
|
-
|
1,0253
|
2,5
|
7,24
|
75 menit
|
B
|
Kop. Warga mulya(II)
|
6
|
-
|
1,0227
|
2,8
|
6,73
|
|
KB
|
Gunawan (III)
|
2,6
|
-
|
1,0251
|
4
|
7,53
|
|
B
|
Supriyanto (IV)
|
5,2
|
-
|
1,0217
|
2
|
6,29
|
|
KB
|
Ket.
A =
Derajat asam
B =
alkohol
C =
Berat jenis
D =
Lemak
E =
BKTL
F =
Reduktase
G =
Kebersihan( B = bersih, KB = kurang bersih)
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium DisPeridagKoptan kota
Giwangan Yogyakarta bahwa, uji kebersihan susu untuk upt Barongan kebersihanya
terjaga dengan baik, tidak seperti susu dari koperasi Warga mulya yang
kebersihannya kurang terjaga dan terlihat kotor, hal ini dipengaruhi oleh
proses produksi yang kurang terjamin kebersihanya, untuk berat jenis susu
masing masing sampel dibawah rata rata standar, ini dipengaruhi oleh susunan
susu dan temperatur, uji alkohol hasilnya negatif untuk semua sampel susu,
berarti ini tidak terjadi presitifasi, uji keasaman susu hasilnya dibawah rata
rata standar untuk semua sampel, ini menunjukan kualitas susu baik karena
semakin besar derajat keasaman susu, semakin buruk kualitas susu segar, sedangkan
untuk uji reduktase, susu dari upt Barongan dalam waktu 75 menit sudah berubah
menjadi putih, susu dari koperasi warga mulya sedikit berubah menjadi putih,
dan susu dari peternakan bapak Gunawan mulai banyak berubah menjadi putih namun
susu dari peternakan bapak Supriyanto belum terjadi perubahan warna, berarti
susu dari upt Barongan terindikasi terdapat mikroba lebih banyak sehingga
kualitas susu kurang baik, dan untuk uji lemak susu menunjukan susu dari
peternakan bapak Gnawan diatas rata rata, lemak susu mencapai 4 % ini diatas
rata rata standar minimum 3, 0 %, sedangkan untuk BKTL masing masing sampel
susu dibawah rata rata minimum.
Penanganan susu mulai dari peternak sampai industri pengolahan susu
membutuhkan waktu yang cukup lama. Keadaan ini sangat memungkinkan terjadinya
kontaminasi awal mikroba yang mengakibatkan menurunnya kualitas susu. Kerusakan
susu dapat dihambat apabila penanganan sejak dari peternak dilakukan secara
sehat, bersih dan diadakan usaha untuk meningkatkan keawetan susu segar. Salah
satu usaha tersebut pendinginan susu. Proses pendinginan mampu menghambat
aktivitas mikroorganisme perusak, sehingga dapat memperpanjang daya simpan
susu segar.
Daftar pustaka
Desrosier, (1988), Teknologi
Pengawetan Pangan.
Universitas
Indonesia-Press, Jakarta
Fardiaz, (1992), Mikrobiologi
Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hadiwiyoto, (1994), Teori dan Prosedur Mutu Susu dan Hasil Olahannya.
Cetakan pertama,Liberti, Yogya.
Winarno, (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jatarta. Gramedia
Hadiwiyoto, S. 1983. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya.
Liberty, Yogyakarta
Legowo, A.M.,
Kusrahayu., dan Mulyani.S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu.
BP UNDIP. Semarang
SNI (Standar Nasional Indonesia). 1998. SNI 01-3141-1998.
tentang Syarat Mutu Susu
Segar. Dewan Standarisasi Nasional-DSN, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar