Gregorius Agung Pradipto, S.Pt instagram : greg_pradipto

Minggu, 25 September 2016

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU DAN TEKNOLOGI SUSU



LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU DAN TEKNOLOGI SUSU




 Disusun :
Gregorius Agung Pradipto
092199
 






AKADEMI PETERNAKAN BRAHMAPUTRA
YOGYAKARTA
2012

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan praktikum “ILMU DAN TEKNOLOGI SUSU ”
Dalam penyusunan laporan ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan laporan ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami menyadari tanpa kerja sama antara  pembimbing dan penulis serta beberapa kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penulis demi tersusunnya praktikum ini. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih kepada pihak diatas yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan laporan praktikum ini. Demikian semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.




DAFTAR PUSTAKA
Halaman judul
Kata pengantar
Daftar pustaka
Bab I Pendahuluan
            1.1 Latar belakang
            1.2 Tujuan

Bab II Tinjauan pustaka
            2.1 Pengertian susu
            2.2 Komposisi susu
            2.3 Standar mutu susu
            2.4 Pencemaran air susu

Bab III Materi dan Metode
            3.1 Materi
            3.2 Metode

Bab IV Hasil dan pembahasan
            4.1 Uji kebersihan susu
            4.2 Uji berat jenis susu
            4.3 Uji alkohol
            4.4 Uji derajat keasaman
            4.5 Uji reduktase
            4.6 Uji kadar lemak
            4.7 Perhitungan BKTL
            4.8 Hasil ( tabel)

Bab V Kesimpulan
Daftar pustaka






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Susu murni merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun (Anonim, 1997). Susu sebagian besar digunakan sebagai bahan makanan yang baik dan bernilai gizi tinggi. Bahan makanan ini mudah dicerna dan mengandung zat-zat makanan yang sangat diperlukan oleh manusia seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan air (Anonim, 1995).
Sumber susu untuk kebutuhan makanan yang paling umum di negara-negara
seperti Australia, Inggris, Amerika, dan Indonesia adalah sapi. Walaupun ada negara lain yang menggunakan domba dan kambing sebagai produk penghasil susu. Namun selama berabad-abad sapi selalu dipilih untuk produksi susu yang tinggi, sehingga sekarang sapi perah adalah salah satu penghasil susu yang paling efisien (Buckle dkk., 1987).
Proses produksi di tingkat peternak merupakan langkah awal untuk menghasilkan susu. Setiap peternak sapi perah senantiasa mengupayakan agar susu yang diproduksi sapi perah yang dipelihara dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami kerusakan. Upaya yang dilakukan tidak hanya tertuju pada kebersihannya tetapi juga terhadap kualitas susu.
Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat mempermudah terjadinya pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara (Buckle dkk., 1987). Tingginya tingkat pencemaran pada saat proses pemerahan dimungkinan karena adanya bakteri patogen yang cukup besar. Adanya bakteri ini dapat mengakibatkan kerusakan susu, menimbulkan penyakit (terutama penyakit saluran pencernaan) bahkan keracunan bagi manusia (Supardi dan Sukamto, 1999).
Bakteri yang sering terdapat dalam susu sapi murni meliputi Micrococcus, Pseudomonas, Staphylococcus, Bacillus serta E. coli (Vollk dan Wheeler, 1993). Menurut Benson (2002), jumlah bakteri dalam air susu dapat digunakan sebagai indikator terhadap kualitas susu. Selain itu, jenis bakteri seperti E. coli, Enterobacteriaceae serta Streptobacillus telah lama dirumuskan sebagai mikroorganisme indikator mutu (Setyawan dan Yatri, 1987).
Penelitian Balia dkk., 2008 yang mengambil sampel dari susu segar di peternakan sapi perah rakyat di Lembang, Jawa Barat menunjukkan jumlah bakteri total pada susu segar adalah 3,70 X 106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri total pada susu segar melebihi batas maksimum cemaran mikroba SNI tahun 2000. Syarat cemaran total bakteri 1x 106 CFU/ml dan coliform maksimal 20 koloni/ml.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk memahami karakteristik susu segar berdasarkan struktur komposisinya, melakukan pengujian terhadap beberapa sifat fisik susu segar, melakukan pengujian terhadap beberapa sifat kimia susu segar, untuk menilai kualitas bakteriologis susu segar, mengetahui cara pengujian kualiitas susu segar dengan methylen blue.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            2.1 Pengertian susu
            Pengertian atau batasan umum mengenai istilah susu adalah cairan berwarna putih yang diperoleh dari pemerahan hewan menyusui yang dapat didiamkan atau digunakan sebagai bahan pangan yang sehat serta padanya tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1994). Dipandang dari segi peternakan susu merupakan suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi dan dilakukan pemerahan yang sempurna tanpa ditambah atau dikurangi oleh suatu komponen (Nurliyani dkk., 2008).
Menurut SNI tahun 1997 definisi susu dibagi menjadi dua. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Sedangkan susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.
Susu sapi di Indonesia telah banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pangan. Walaupun ada pula susu yang dihasilkan oleh ternak lain misalnya kerbau, kambing, kuda, dan domba akan tetapi penggunaannya tidak sepopuler susu sapi. Susu sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat baik untuk kesehatan. Untuk itu susu sapi yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu kandungan jumlah bakteri yang cukup rendah, bebas dari spora dan mikroorganisme penyebab penyakit, mempunyai cita rasa yang baik, bersih dan bebas dari debu atau kotoran yang lain, serta tidak dipalsukan dengan penambahan air atau cara pemalsuan lain (Anonim, 1995).




            2.2 Komposisi susu
            Menurut Hadiwiyoto (1994) komposisi air susu secara umum:
1) Protein
Protein susu terdiri atas kasein, laktalbumin, dan laktoglobulin. Kaseinmerupakan protein yang terbanyak jumlahnya daripada laktalbumin dan laktoglobulin.
2) Lemak susu
Lemak merupakan komponen susu yang penting seperti halnya protein. Lemak dapat memberikan energi lebih besar dibandingkan dengan protein maupun karbohidrat. Satu gram lemak dapat memberikan ± 9 Kalori. Lemak susu terdapat sebagai globula atau emulsi.
3) Hidrat Arang
Dalam susu hidrat arang paling banyak terdapat dalam bentuk gula disakarida, yaitu laktosa. Gula susu mempunyai kemanisan seperenam kemanisan gula tebu (sukrosa).
4) Garam-garam mineral
Susu mengandung berbagai macam mineral, seperti garam kalsium, kalium, dan pospat.
5) Vitamin
Susu mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E serta sedikit vitamin K. Susu juga mengandung berbagai vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B komplek.
6) Air
Komponen terbanyak susu adalah air, jumlahnya mencapai 64,89 %.
7) Enzim
Enzim adalah katalisator biologik yang dapat mempercepat reaksi kimiawi. Susu mengandung beberapa enzim, antara lain lipase, posterase, peroksidase, katalase, dehidrogenase, dan laktase.


2.3 Standar mutu susu
Mutu atau kualitas susu merupakan hubungan sifat-sifat susu yang mencerminkan tingkat penerimaan susu tersebut oleh konsumen. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Sifat fisik susu menunjukkan keadaan fisik susu yang dapat diuji dengan peralatan tertentu atau panca indera. Sifat fisik susu yang dapat diuji dengan alat antara lain berat jenis, kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat diuji dengan pancra indera yaitu bau, rasa, warna, dan konsistensi.
Sifat kimiawi susu menunjukkan komposisi zat gizi serta kandungan zat kimia tertentu termasuk adanya cemaran. Sifat mikrobiologis susu menunjukkan jumlah mikroba yang ads didalam susu serta beberapa parameter lain yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroba.
Dalam praktek, mutu susu sering disebutkan berdasarkan kelompok sifatnya sehingga dikenal mutu fisik susu, mutu kimiawi susu, ataupun mutu mikrobiologis susu. Bahkan dalam menguji mutu susu sering hanya dilakukan terhadap beberapa atribut yang dianggap penting, misalnya bobot jenis, kadar lemak dan total bakteri. Akan tetapi secara menyeluruh mutu susu harus menggambarkan sifat-sifat susu yang mencakup sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Gabungan basil penilaian sifat-sifat susu akan mencerminkan nilai atau derajat mutu susu. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu susu segar yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan.

2.4 Pencemaran air susu
Air susu bukan saja merupakan makanan yang baik bagi manusia tetapi juga baik pada banyak spesies bakteri, baik bakteri patogen maupun bakteri non patogen (Dwijoseputro, 1990). Jumlah bakteri dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor intrinsik (yang berasal dari hewannya sendiri) maupun faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh hewan) (Hadiwiyoto, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas susu,
1) Keadaan kandang sapi
Kandang sapi yang bersih akan menghasilkan susu yang baik, tetapi jika kandang sapi tidak bersih dan tidak sehat maka jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengan cepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap keadaan kandang adalah pencucian lantai kandang, bentuk lubang angin (ventilasi luar ruangan, penerangan, saluran pembuangan air).
2) Keadaan rumah pemerahan
Rumah pemerahan adalah rumah untuk melakukan pemerahan susu. Rumah ini umumnya terpisah dari kandang sapi.
3) Kesehatan sapi
Sapi perah yang sakit akan menghasilkan mutu susu tidak baik.
4) Kesehatan pemerah atau pekerja
Hal ini penting agar kontaminasi bakteri yang berasal dari pekerja yang sakit dapat dihindari dan dikurangi.
5) Pemberi makanan
Pemberian makanan pada sapi akan mempengaruhi cita rasa susu yang dihasilkan. Misalnya bawang merah yang diberikan 1-4 jam sebelum pemerahan akan menghasilkan susu yang berbau kuat atau merangsang.
6) Kebersihan hewan
Apabila sapinya kotor, susu yang diperoleh juga akan mengandung jumlah bakteri yang lebih banyak dan akhirnya rendah mutunya.
7) Kebersihan alat pemerah
8) Penyaringan susu
Penyaringan dapat membantu mengurangi kotoran-kotoran atau debu.
9) Penyimpanan susu.
Penyimpanan susu pada suhu tinggi, menyebabkan jumlah bakteri yang ada pada susu akan lebih banyak daripada penyimpanan susu pada suhu rendah.



BAB III
MATERI DAN METODE
            Praktikum ilmu dan teknologi susu ini dilaksanakan pada hari Rabu 2 Mei 2012 pukul 09.00 sampai 11.30 WIB, bertempat di laboratorium Disperidag Koptan, Giwangan, Yogyakarta.

3.1 Materi
Adapun alat – alat yang digunakan antara lain gelas beker, kapas, corong penampung susu, laktodesimeter, empat tabung reaksi, pipet ukur, pipet tetes, tabung elemeyer, satu water boots, pengatur waktu, empat butyrometer, pipet susu 11 ml, centrifuges 1200rpm, sedangkan bahan bahan yang digunakan diantaranya sampel (I) susu dari upt Barongan, (II)koperasi warga mulya, (III) susu dari peternakan bapak Gunawan, (IV) susu dari bapak Supriyanto, alkohol 70 %, Naoh 0.1 M, methylene blue, Amly alkohol, Aquades dan asam sulfat 10ml.

3.2 Metode
Dalam praktikum kali ini data diambil dari uji masing masing sampel susu, uji tersebut diantaranya uji kebersihan susu, uji  berat jenis susu (Bj), uji alkohol, uji derajat asam, uji reduktase dengan methylene blue, uji kadar lemak susu, melakukan perhitungan BKTL.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            4.1 Uji kebersihan susu
            Adapun alat alat yang digunakan gelas beker, kapas, corong penampung susu.
Cara kerja :      Susu dari masing masing kelompok dituangkan dalam corong penapung susu,
Letakan kapas pada bagian lubang bawah yang ada pada corong tersebut  sebagai penyaring dan untuk mengetahui bersih tidaknya susu,
Hasil penyaringan susu ditampung dengan gelas beker
Liat dan amati pada kapas, ada tidaknya kotoran pada masing masing susu
Hasil    :           Susu dari upt Barongan, kapas terlihat bersih
                        Susu dari koperasi warga mulya, kapas terdapat banyak kotoran
Susu dari peternakan bapak Gunawan, kapas bersih tetapi terdapat sedikit lemak
Susu dari peternakan bapak Supriyanto, kapas terlihat kurang bersih
            Proses produksi di tingkat peternak merupakan langkah awal untuk menghasilkan susu. Setiap peternak sapi perah senantiasa mengupayakan agar susu yang diproduksi sapi perah yang dipelihara dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami kerusakan. Upaya yang dilakukan tidak hanya tertuju pada kebersihannya tetapi juga terhadap kualitas susu.
            Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat mempermudah terjadinya pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara (Buckle dkk,  1987).
           
4.2 Uji berat jenis susu (Bj)
            Alat alat yang digunakan, laktodesimeter dengan skala lakto dan skala temperatur
Cara kerja        :           Susu masing masing sampel diaduk pada gelas beker
                                    Dimasukan susu dalam gelas ukur
                                    Dimasukan laktodesimeter
                                    Ditambah susu sampai penuh, dibaca pada skala lakto dan temperatur
Hasil                :           Susu I = skala lakto 1,025 skala temperatur 29 Bj susu 1,0253
                                    Susu II = skala lakto 1,023 skala temperatur 26 Bj susu 1,0227
                                    Susu III = skala lakto 1.025 skala temperatur 28
Bj susu 1.0251
                                    Susu IV = skala lakto 1.022 skala temperatur 26
Bj susu 1, 0217
            Menurut SNI 01-3141-1998 standar berat jenis susu segar pada suhu 27,5 derajat C minimum 1,0270 g/ml, Semakin besar berat jenis pada susu adalah semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air dalam susu adalah kecil, sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka semakin rendah berat jenis-nya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat susu tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi Berat Jenis susu yaitu diantaranya susunan air susu itu sendiri dan temperatur.

            4.3 Uji alkohol
            Adapun alat yang digunakan empat tabung reaksi, sampel susu, alkohol 70%, pipet ukur,
Cara kerja        :           Tuangkan sampel susu pada masing masing tabung
reaksi, sebeasar  50 ml dengan pipet ukur
Tambahkan alkohol 70% pada masing masing tabung sebanyak 50ml
                                    Kocok sampai homogen
                                    Amati campuran alkohol + susu
Hasil                :           Susu I =  hasil negatif
                                    Susu II = hasil negatif
                                    Susu III= hasil negatif
                                    Susu IV = hasil negatif          
Bila uji alkohol dinyatakan negatif berarti tidak terjadi presitifasi(   susu pecah dengan penambahan alkohol). Susu yang dicampur dengan alkohol mempunyai sifat dehydrasi maka protein dikoagulasikan sehingga akan tampak pecahan pada susu tersebut. Semakin tinggi derajat keasaman susu yang diperiksa semakin kurang jumlah alkohol dengan kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan susu dengan jumlah yang sama. Kolostrum dan perubahan fisiologis pada sapi dapat menyebabkan susu pecah pada saat uji alkohol.

4.4 Uji derajat asam
Alat alat yang digunakan adalah tabung elemeyer, PP, NaoH 0,2 , sampel susu, pipet tetes
Cara kerja        :           Masing masing sampel susu dituangkan pada
tabung elemeyer
50 ml
Diteteskan PP 3-4 tetes pada masing masing
sampel susu
Teteskan NaoH 0,2 ml pada masing masing
sampel sampai
susu berwarna merah muda atau pink
Hitung banyaknya NaoH yang diperlukan dan
 hasilnya dikalikan 2
Hasil                :           Susu I  : banyaknya NaoH 2,5 x 2 = 5ml
                                    Susu II : banyaknya NaoH 3 x 2 = 6ml
                                    Susu III : banyaknya NaoH 1,3 x 2 = 2,6ml
                                    Susu IV : banyaknya NaoH 2,6 x 2 =5,6ml
Semakin besar derajat keasaman susu, semakin buruk kualitas susu segar. derajat keasaman menunjukkan banyak sedikitnya asam yang terbentuk didalam susu akibat pertumbuhan mikroba, dalam kata lain derajat asam adalah jumlah ml Na OH 0,25 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 ml susu dengan phenolphthelien sebagai indicator.
 Berda­sarkan pengertian tentang keasaman susu, maka yang diukur dalam pengujian ini adalah titratable acidity, ph susu normal berdasarkan SNI 01-3141-1998  berkisar 6,0 – 7,5 SH, pH 6,3 - 6,8.

4.5 Uji reduktse
Alat yang digunkan, empat tabung reaksi, methylene blue, water boots, pengatur waktu
Cara kerja        :           Masing masing sampel susu dituangkan pada tabung reaksi
sebanyak 10 ml
Teteskan methylene blue sebanyak 0,25ml
Dikocok sampai homogen
Dimasukan pada water boots, suhu 40 derajat c
Hitung berapa menit masing masing sampel susu berubah
menjadi warna putih
Hasil                :           Susu I, susu berubah jadi putih selama 75 menit
                                    Susu II, mulai sedikit berubah warna putih selama 75 menit
                                    Susu III, mulai banyak perubahan warna putih selama
 75 menit
                                    Susu IV, belum terjadi perubahan selama 75 menit
Untuk memprediksi jumlah mikroba didalam susu, sehingga kualitas susu dapat ditentukan. Pada prinsipnya mikroba didalam susu menghasilkan enzim reduktase yang dapat mereduksi zat warna biru. dari "methylen blue" (MB) menjadi tak berwarna. Apabila kedalam susu dimasukkan sejumlah tertentu MB, maka susu tersebut berwarna biru dan dalam waktu tertentu warna biru tersebut berangsur-angsur hilang. Lama waktu hilangnya warna biru atau waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya jumlah mikroba didalam susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim reduktase yang dapat mereduksi warna biru MB, sehingga waktu reduksi menjadi pendek dan demikian pula sebaliknya.

4.6 Uji kadar lemak
Adapun alat alat yang digunakan adalah empat butyrometer, pipet susu 11ml, amylalkohol 1ml, centrifuge 1200rpm, aquades, asam sulfat 10ml
Cara kerja        :           Tuangkan masing masing sampel susu pada butyrometer
sebanyak 11ml
Dengan pipet masukan amlyalkohol 1ml
Teteskan aquades 3-4 tetes
Masukan asam sulfat dengan pipet sebanyak 10ml melalui
dinding tabung
Sumbat, kocok sampai susu berwarna coklat
Masukan dalam centrifuges 1200rpm selama 3 menit
Kadar lemak dibaca pada skala
Hasil                :           Susu I, skala 2,5 %
                                    Susu II, skala 2,8 %
                                    Susu III, skala 4 %
                                    Susu IV, skala 2 %
           
Prinsip uji kadar lemak susu dengan metode Babcock, Gerber dan Te Sa adalah memisahkan lemak dengan cara menambahkan asam sulfat ke dalam susu dan kemudian diikuti pemusingan (sentrifus). Lemak yang terpisah tersebut ditentukan jumlahnya berdasarkan skala yang ada pada alat karena asam sulfat pekat merombak dan melarutkan kasein dan protein lainnya, lemak menjadi cair oleh panas amyl alkohol. Centrifugasi menyebabkan lemak terkumpul dibagian skala dari butyrometer.
Standar kadar lemak menurut SNI 01-3141-1998  minimum 3,0 % ini berlaku pada susu segar.

4.7 Perhitungan BKTL
          Susu I( upt Barongan)
                   BK = Bj (tabel) + Lemak (pada tabel)
                             6,74   + 3,0
                             9,74%
                   BKTL= BK – lemak(uji lemak)
                             = 9,74% – 2,5%
                             = 7,24%
          Susu II (Koperasi warga mulya)
                   BK = Bj (tabel) + Lemak (pada tabel)
                             6,09   + 3,44
                             9,53%
                   BKTL = BK -  lemak  (uji lemak)
                             = 9,53% -  2,8%
                             = 6,77%
          Susu III (peternakan bapak Gunawan)
                   BK = Bj(tabel) + lemak(pada tabel)
                             6,61 + 4,92
                             11,53%
                   BKTL = BK – lemak(uji lemak)
                             = 11,53% – 4%
                             = 7,53%
          Susu IV (peternakan bapak Supriyanto)
                   BK = Bj(tabel) + lemak(pada tabel)
                             5,83 + 2,46
                             8,29%
                  
BKTL = BK – lemak(uji lemak)
                             = 8,29% – 2 %
                             = 6,29%
          Berdasarkan SNI 01-3141-1998 Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7,8 %.

4.8 Hasil
Sampel susu
A
B
C
D
E
F
G
Upt Barongan( I)
5
-
1,0253
2,5
7,24
75 menit
B
Kop. Warga mulya(II)
6
-
1,0227
2,8
6,73

KB
Gunawan (III)
2,6
-
1,0251
4
7,53

B
Supriyanto (IV)
5,2
-
1,0217
2
6,29

KB

            Ket.
            A = Derajat asam
            B = alkohol
            C = Berat jenis
            D = Lemak
            E = BKTL
            F = Reduktase
            G = Kebersihan( B = bersih, KB = kurang bersih)




BAB V
KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan di laboratorium DisPeridagKoptan kota Giwangan Yogyakarta bahwa, uji kebersihan susu untuk upt Barongan kebersihanya terjaga dengan baik, tidak seperti susu dari koperasi Warga mulya yang kebersihannya kurang terjaga dan terlihat kotor, hal ini dipengaruhi oleh proses produksi yang kurang terjamin kebersihanya, untuk berat jenis susu masing masing sampel dibawah rata rata standar, ini dipengaruhi oleh susunan susu dan temperatur, uji alkohol hasilnya negatif untuk semua sampel susu, berarti ini tidak terjadi presitifasi, uji keasaman susu hasilnya dibawah rata rata standar untuk semua sampel, ini menunjukan kualitas susu baik karena semakin besar derajat keasaman susu, semakin buruk kualitas susu segar, sedangkan untuk uji reduktase, susu dari upt Barongan dalam waktu 75 menit sudah berubah menjadi putih, susu dari koperasi warga mulya sedikit berubah menjadi putih, dan susu dari peternakan bapak Gunawan mulai banyak berubah menjadi putih namun susu dari peternakan bapak Supriyanto belum terjadi perubahan warna, berarti susu dari upt Barongan terindikasi terdapat mikroba lebih banyak sehingga kualitas susu kurang baik, dan untuk uji lemak susu menunjukan susu dari peternakan bapak Gnawan diatas rata rata, lemak susu mencapai 4 % ini diatas rata rata standar minimum 3, 0 %, sedangkan untuk BKTL masing masing sampel susu dibawah rata rata minimum.
Penanganan susu mulai dari peternak sampai industri pengolahan susu membutuhkan waktu yang cukup lama. Keadaan ini sangat memungkinkan terjadinya kontaminasi awal mikroba yang mengakibatkan menurunnya kualitas susu. Kerusakan susu dapat dihambat apabila penanganan sejak dari peternak dilakukan secara sehat, bersih dan diadakan usaha untuk meningkatkan keawetan susu segar. Salah satu usaha tersebut pendinginan susu. Proses pendinginan mampu menghambat aktivitas mikroorganisme perusak, sehingga dapat memperpanjang daya simpan susu  segar.

           
Daftar  pustaka
Desrosier, (1988), Teknologi Pengawetan Pangan.
Universitas Indonesia-Press, Jakarta
Fardiaz, (1992), Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hadiwiyoto, (1994), Teori dan Prosedur Mutu Susu dan Hasil Olahannya. 
 Cetakan pertama,Liberti,    Yogya.
Winarno, (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jatarta. Gramedia
Hadiwiyoto, S. 1983. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya.
 Liberty, Yogyakarta
Legowo, A.M., Kusrahayu., dan Mulyani.S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu.
 BP UNDIP. Semarang
SNI (Standar Nasional Indonesia). 1998. SNI 01-3141-1998.
tentang Syarat Mutu Susu Segar.  Dewan Standarisasi Nasional-DSN, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar